Mencairkan
Dualisme Pemerintahan di Desa
1. Dualisme Pemerintahan Desa
Sejak
pemerintahan kolonial Belanda, pada desa-desa di Bali umumnya terdapat dua pemerintahan, yaitu
pemerintahan desa (baca: desa dinas) dan pemerintahan desa adat. Desa dinas
berafiliasi pada pemerintahan yang berkuasa pada saat itu, baik itu
pemerintahan Belanda, Jepang, maupun pemerintahan Republik Indonesia pasca
kemerdekaan. Pemerintahan desa adat mengacu kepada pemerintahan tradisional
secara turun temurun berdasarkan adat istiadat dan agama setempat. Walaupun
mereka menempati satu wilayah yang sama, masyarakat yang sama, dan harta
kekayaan yang sama, namun dasar untuk menjalankan pemerintahan berbeda. Desa
dinas menerapkan aturan-aturan turunan dari pemerintahan atasannya sedangkan
desa adat mengacu pada hukum yang telah hidup dan berkembang di masyarakat setempat,
yaitu hukum adat, yang di Bali lebih dikenal dengan Awig-Awig. Dualisme pemerintahan desa ini, walaupun dalam beberapa
hal kurang efektif, masih berlangsung lama sampai sekarang.
Desa adat berdasarkan Peraturan
Daerah (Perda) Bali nomor 6 Tahun 1986 adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang berfungsi membantu pemerintah,
pemerintah daerah, pemerintah desa atau kelurahan, dalam rangka kelancaran
pembangunan di segala bidang, terutama di bidang keagamaan, kebudayaan, dan
kemasyarakatan.
Dengan Perda Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman,
yang sekaligus mencabut Peraturan Daerah di atas, nama desa adat diubah menjadi
desa pakraman, yaitu kesatuan masyarakat
hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama
pergaulan masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan
Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan
sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
2.Lahirnya UU Desa
2.Lahirnya UU Desa
2.1. Pengertian
Desa
Undang-Undang
desa mengisaratkan adanya pengaturan
yang sama pada kedua jenis desa di atas. Desa adalah desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain. Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa terdiri atas Desa dan Desa Adat. Penyebutan Desa atau Desa Adat disesuaikan
dengan penyebutan yang berlaku di daerah setempat. Untuk mencegah terjadinya
tumpang tindih wilayah, kewenangan, duplikasi kelembagaan antara desa dan desa adat
maka dalam satu wilayah, maka dalam satu
wilayah hanya terdapat desa atau desa adat. Untuk yang sudah terjadi tumpang
tindih antara desa dan desa adat dalam satu wilayah, harus dipilih salah satu
jenis desa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Kewenangan
desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan
masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat
istiadat desa.
Pengaturan Desa bertujuan
antara lain memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada
dengan keberagamannya; memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas
Desa dalam sistem ketatanegaraan; serta
melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa. Juga membentuk
pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta
bertanggung jawab;
Pemerintah Desa adalah Kepala
Desa yang dibantu oleh perangkat desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa,
melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Kepala Desa dipilih
secara demokratis dan langsung oleh masyarakat setempat, kecuali bagi Desa Adat
dapat menggunakan mekanisme local.
2.2. Badan
Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi
pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis berfungsi: membahas dan
menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa,
dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Anggota BPD merupakan wakil
dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan
secara demokratis yang masa
keanggotaannya 6 tahun.
Musyawarah Desa merupakan
forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah
Desa, dan unsur masyarakat desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Seperti penataan desa, perencanaan desa,
dan lain-lain.
2.3. Pemantauan
dan Pengawasan Pembangunan Desa
Masyarakat desa berhak
melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pembangunan desa dan melaporkan hasil
pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan pembangunan desa kepada pemerintah
desa dan badan permusyawaratan desa. Masyarakat
desa berpartisipasi dalam musyawarah desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan pembangunan
desa.
2.4. Lembaga
Adat
Pemerintah
Desa dan masyarakat desa dapat membentuk lembaga adat Desa yang menyelenggarakan
fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli desa yang tumbuh dan
berkembang atas prakarsa masyarakat desa.
Lembaga
adat desa bertugas membantu pemerintah desa
dan sebagai mitra dalam memberdayakan, melestarikan, dan mengembangkan adat
istiadat sebagai wujud pengakuan terhadap adat istiadat masyarakat desa.
2.5. Penataan
Desa Adat
Pemerintah,
Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan
penataan kesatuan masyarakat hukum adat dan ditetapkan menjadi Desa Adat. Penetapan
Desa Adat tersebut setelah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Desa
Adat ditetapkan dengan peraturan daerah Kabupaten/Kota. Pembentukan desa adat
setelah penetapan desa adat dilakukan dengan memperhatikan faktor
penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, serta pemberdayaan masyarakat desa dan sarana prasarana
pendukung.
Penugasan
dari Pemerintah kepada desa adat meliputi penyelenggaraan pemerintahan desa adat,
pelaksanaan pembangunan desa adat, pembinaan kemasyarakatan desa adat, dan
pemberdayaan masyarakat desa adat. Penugasan itu disertai dengan biaya.
2.6. Perubahan
Status Desa
Status
desa dapat diubah menjadi desa Adat, demikian pula Desa Adat dapat diubah
menjadi desa, berdasarkan prakarsa masyarakat yang bersangkutan melalui
Musyawarah Desa dan disetujui oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Kewenangan Desa Adat
berdasarkan hak asal usul meliputi
antara lain pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat
berdasarkan hukum adat dan pengembangan
kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa Adat.
2.7. Pemerintahan
Desa Adat
Pengaturan dan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa Adat dilaksanakan sesuai dengan hak asal usul dan hukum adat
yang berlaku di Desa Adat yang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan tidak bertentangan dengan asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Adat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan Desa Adat
menyelenggarakan fungsi permusyawaratan dan Musyawarah Desa Adat sesuai dengan
susunan asli Desa Adat atau dibentuk baru sesuai dengan prakarsa masyarakat
Desa Adat.
Susunan kelembagaan, pengisian
jabatan, dan masa jabatan Kepala Desa Adat berdasarkan hukum adat ditetapkan
dalam peraturan daerah Propinsi.
2.8. Peraturan
Desa Adat
Peraturan Desa Adat
disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan khusus tentang Desa Adat hanya
berlaku untuk Desa Adat. Ketentuan
tentang Desa berlaku juga untuk Desa Adat sepanjang tidak diatur dalam
ketentuan khusus tentang Desa Adat.
2.9.
Ketentuan Peralihan
Semua
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan desa
wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya dengan ketentuan Undang-Undang
ini.
Semua
peraturan pelaksanaan tentang Desa yang selama ini ada tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Peraturan
Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan
paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Mencabut
pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
3. Kesimpulan
Sambil
menunggu terbitnya peraturan pemerintah pelaksanaan undang-undang desa dan aturan
pelaksanaannya, dapat disimpulkan bahwa:
a. Setelah diberlakukannya undang-undang desa maka desa (desa dinas) dan desa adat akan dilebur menjadi satu yaitu desa atau desa adat, sehingga dalam satu wilayah desa hanya ada satu pemerintahan desa yaitu pemerintahan desa atau pemerintahan desa adat.
b. Bagi desa (desa dinas) dan desa adat diberlakukan peraturan yang sama, yaitu undang-undang desa dan peraturan pelaksanaannya. Aturan yang berlaku bagi desa berlaku juga untuk desa adat namun aturan desa adat tidak otomatis berlaku bagi desa.
c. Pemerintah mengadakan penataan masyarakat adat menjadi desa adat dengan memperhatikan faktor penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, serta pemberdayaan masyarakat Desa dan sarana prasarana pendukung. Desa adat ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
d. Pada setiap desa dan desa adat dibentuk Badan Permusyawaratan Desa berfungsi membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
a. Setelah diberlakukannya undang-undang desa maka desa (desa dinas) dan desa adat akan dilebur menjadi satu yaitu desa atau desa adat, sehingga dalam satu wilayah desa hanya ada satu pemerintahan desa yaitu pemerintahan desa atau pemerintahan desa adat.
b. Bagi desa (desa dinas) dan desa adat diberlakukan peraturan yang sama, yaitu undang-undang desa dan peraturan pelaksanaannya. Aturan yang berlaku bagi desa berlaku juga untuk desa adat namun aturan desa adat tidak otomatis berlaku bagi desa.
c. Pemerintah mengadakan penataan masyarakat adat menjadi desa adat dengan memperhatikan faktor penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, serta pemberdayaan masyarakat Desa dan sarana prasarana pendukung. Desa adat ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
d. Pada setiap desa dan desa adat dibentuk Badan Permusyawaratan Desa berfungsi membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
No comments:
Post a Comment