Friday, December 12, 2014

Desa Bugbug Selayang Pandang






Menyusuri pantai timur laut pulau Bali dari Denpasar kearah timur, beberapa saat setelah melewati kota Klungkung, Pura Goa Lawah, obyek pariwisata Candidasa,   menuruni bukit kecil anda akan tiba di Desa Bugbug, sebuah desa tradisionaldengan berbagai keunikan. Ketika memasuki obyek wisata Candidasa sebenarnya anda sudah tiba di wilayah Desa Bugbug.


Foto: Kemenkop - pmk
Desa kuno dengan hamparan tanah pertanian yang luas, di penghujung tahun 2014 pernah diusulkan untuk mendapatkan pengakuan dunia sebagai model pengelolaan sumber daya alam berbasis pemberdayaan masyarakat  atau  Globally Important Agriculture Heritage System (GIAHS). Untuk bisa diakui sebagai warisan sistem pertanian dan pangan dunia, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB - Food and Agriculture Organization/FAO - melakukan penilaian langsung dengan mengunjungi Desa Bugbug pada tanggal 21 Nopember 2014. Penilaian tersebut langsung dilakukan Deputi Urusan Pemberdayaan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, FAO Representative Indonesia dan FAO Roma. . (BaliPost)

Keunikan tradisi Desa Bugbug akan semakin dirasakan ketika anda mengikuti setiap prosesi pelaksanaan upacara keagamaan. Misalnya ketika pelaksanaan Usaba Gumang, Usaba Manggung, Nyepi Desa, dan upacara keagamaan lainnya. Pelaksanaan upacara tidak hanya melibatkan masyarakat pendukung desa adat namun juga dari alam niskala, alam gaib, para dewata dan dewa dewi pengiring beliau. Hal ini sangat terasa dengan kehadiran daretan lanang-istri pada setiap kegiatan upacara. Daretan yang dalam keadaan kesurupan menggambarkan berbagai profil mahluk ciptaan Tuhan pada saat prosesi upacara.

Usaba Gumang dilaksanakan setiap tahun dengan tingkatan upacara yang berbeda. Pada setiap tahun genap dilakukan prosesi upacara pada tingkatan utama. Pada tingkatan utama menyertakan 5 desa,  mancadesa,  yang mempunyai hubungan histotis dengan Desa Bugbug. Desa-desa yang menyertai prosesi upacara pada usaba gumang tingkatan utama adalah desa Bebandem, Ngis, Jasri, Datah, dan Bugbug selaku tuan rumah. Keikutsertaan desa Datah hanya pada saat hari baik yang dikehendaki oleh Ida Betara berkenaan. Sedangkan pada setiap tahun ganjil dilaksanakan upacara tingkatan kecil (alit). Usaba Gumang  dilaksanakan oleh masyarakat desa untuk menghormati Ida Betara Gede Gumang. Beliau telah meletakkan dasar-dasar kehidupan di desa-desa tersebut. Prosesesi upacara tingkat alit dilaksanakan oleh Desa Bugbug dengan keikutsertaan desa-desa lainnya pada saat persembahyangan. 



Prosesi Usaba Gumang mengambil tempat selain di Desa Bugbug juga dilaksanakan di puncak Bukit Juru dengan tradisi mabiasa/ngambeng dan mapington yang telah dilaksanakan secara turun temurun sejak ratusan tahun yang silam.

Nyepi setahun sekali dilaksanakan secara bersamaan di seluruh Bali. Namun ada beberapa desa adat yang melaksanakan pula nyepi tersendiri disamping nyepi yang dilaksanakan secara bersamaan di atas. Nyepi tersebut sering disebut dengan Nyepi Desa. Desa Adat Bugbug termasuk yang melaksanakan upacara nyepi desa dimaksud. Sehari sebelum pelaksanaan nyepi desa, selalu dilaksanakan suatu prosesi upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat adat. 

Mereka melaksanakan kegiatan berjalan beriringan baris dua keliling desa (dikenal dengan tradisi manda) yang diikuti oleh seluruh unsur masyarakat. Dengan semakin banyaknya penduduk desa dalam pelaksanaanya diwakili oleh para pemangku (pinandita), pemuka masyarakat (kelihan desa, bandesa adat, kelian banjar adat, prajuru desa, nayaka, dan komponen desa lainnya), anak-anak yang masih suci, dan remaja (daha-teruna desa). Mereka membawa sarana upacara (upakara) dan simbol-simbol keagamaan lainnya (sasurukan, cepetik, dan lain-lain) diiringi alunan gamelan/ gong desa. Upacara dipusatkan di Pura Baleagung dan Pura Piit untuk menghormati Ida Betara Agung Mahagumi atau Ida Betara Raja Purana. Beliau adalah manifestasi Tuhan Penguasa Alam semesta. Keesokan harinya, tepat pelaksanaan nyepi desa, masyarakat desa melaksanakan tapa brata penyepian dengan suasana hening.  










AWIG-AWIG DESA BUGBUG:

 Paswikani