Jawaban Sementara Permasalahan Awig-Awig

Bermula dari peristiwa setelah pelantikan Nayaka Bugbug, rerembugan kecil krama, pembicaraan dengan tokoh di purantara, dan diskusi teman-teman di media sosial, saya sebagai salah satu wakil dari Nayaka purantara merasa terpanggil untuk mempelajari permasalahan yang sebenarnya terjadi dengan Awig-Awig.  Apa yang kurang dari Awig-Awig kita. Untuk itu harus dimulai dengan mempelajari terlebih dahulu Awig-Awig berkenaan dan Pararem terkait, agar diskusi tidak menyimpang jauh. Atas dasar inilah saya memposting Awig-Awig dan Pararem dan beberapa minggu terakhir ini, mengajak teman2 FB mendiskusikannya. Saya tidak dalam posisi mengajak atau menolak perubahan Awig-Awig, saya lebih senang mengajak krama memahami dan mendiskusikan materi Awig-Awig dan Pararem, keputusan untuk merubah atau tidak merubah merupakan kewenangan krama.  Maaf apabila selama diskusi ini ada krama atau pihak2 yang terganggu, termasuk admin fb iwb. Misalnya dadi ape to ie lakar nguwah-nguwuh Awig-Awig.  Hal yang wajar dalam dinamika bermayarakat.

Awig-Awig dan Pararem yang diposting, disana-sini masih terdapat salah ketik, karena penyalinannya dibantu oleh teman saya yang kolok dan bongol, hanya bisa baca dan tulis bernama Scanner. Mudah2an dapat dipakai sebagai pedoman mekrama desa adat bugbug. Awig-Awig dan Pararem ini bisa dicopy dan dimasukan ke handphone untuk dapat dibaca setiap saat. Kalau ada karma yang baru tune in, masih dapat membaca Awig-Awig dan Pararem melalui Link dibawah ini.
Dari masukan dan diskusi saya sudah mendapatkan jawaban sementara permasalahan-permasalahan yang ada, yang mantinya akan saya sampaikan kepada Ketua Nayaka untuk dikomunikasikan dengan pihak berwenang di desa adat. Permasalahan-Permasalahan itu antara lain:

1.       Perkuatan fungsi Nayaka.
Sejak pelantikan anggota Paruman Nayaka, saya melihat adanya semangat dan harapan dari anggota Nayaka anyar, yang di dominasi kalangan anak muda. Mereka inginkan adanya peran Nayaka yang lebih kuat, misalnya sepeti DPR di pemerintahan, sehingga dapat berkontribusi lebih baik dalam proses pembangunan. Seberapa besar peran yang diinginkan, silakan krama melalui perwakilan Nayaka dari masing-masing banjar menyampaikan masukan dalam rapat Nayaka.

2.      Redefinisi pengertian Krama Desa.
Kalau dibaca definisi dalam Awig-Awig pawos 8, yang dikategorikan sebagai krama desa adalah krama yang tinggal berkeluargadi desa - sang jenek mapumahan ring Desa Adat Bugbug ………., selalin itu adalah krama tamiu. Untuk menghindari tafsir yang berbeda, maka perlu diredefinisi dengan menambahkan kalimat: Krama Desa Bugbug Purantara satmaka Krama Desa Adat Bugbug ring jaba Desa sane kantun ngamong ayahan Desa wiadin Banjar miwah sane kantun nyungkemin Kahyangan Desa turmaning ma-Agama Hindu. Kalimat ini masih didiskusikan. Konsekwensinya akan timbul kewajiban bagi krama purantara untuk ngayah, yang dapat diganti dengan punia wajib setiap tahun. Teknisnya bias didiskusikan, melalui IWB dan lain-lain. Ini untuk adanya keseimbangan diantara krama desa.
3.       Legalitas Awig-Awig
Beberapa kalangan meragukan legalitas Awig-Awig setelah diberlakukannya Perda Prop. Bali No 3 Tahun 2001. Pertanyaannya apakah Awig-Awig masih mempunyai kekuatan hukum karena yang ditunjuk sebagai dasar – pamikukuh  adalah Perda No 6 Tahun 1986 yang sudah dicabut.
Saya berpendapat bahwa Awig-Awig yang sekarang tetap mempunyai legalitas yang penuh untuk mengatur tatanan masyarakat adat. Melalui pendekatan historis, bahwa Awig-Awig telah ada dan sah berlaku ratusan tahun, sebelum hadirnya NKRI. Tanpa menyebut Perda pun, Awig-Awig sudah mempunyai kekuatan hukum. Dengan pendekatan sosiologis, bahwa pengaturan dalam Awig-Awig ini disarikan dari kaidah dan norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, sehingga merupakan aturan hukum yang sangat patut dan cocok diberlakukan dalam masyarakat adat bugbug. Dari sisi yuridis juga Awig-Awig masih menampakan dirinya sebagai produk hukum yang mempunyai legalitas penuh. Dengan menyebutkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai pamikukuhnya, ia sudah dapat diakui sebagi produk hukum yang legal dan berlaku dalam wilayah NKRI.
Apakah Awig-Awig bertentangan dengan Perda Prop Bali No 3 Tahun 2001, sepintas saya tidak melihat hal itu. Sepertinya tidak ada yang bertentangan, karena materi dalam Perda No 6 Tahun 1986 tidak jauh berbeda dengan Perda No 3 Tahun 2001, kecuali istilah Desa Adat diubah menjadi Desa Pakraman.
Dengan mempergunakan 3 pendekatan sederhana di atas saya yakin Awig-Awig mempunya legalitas untuk tetap dapat dipergunakan sebagai dasar hukum pengaturan Desa Adat. Kekhawatiran memang ada ketika hakim di Pengadilan mempermasalahkan pamikukuh ini.

4.      Pengalihan dan peminjaman tanah desa.
Terjadinya pengalihan peminjaman tanah desa menimbulkan gejolak di desa. Saya tidak dapat berpendapat dalam masalah ini karena sejak awal saya tidak mengikuti permasalahannya. Kedepan perlu dibuatkan prosedur yang baku dalam hal pemindahtanganan dan peminjaman tanah desa ini untuk menghindari permasalahan.

5.      Keterlibatan perempuan dalam pembangunan.
Pada Negara-Negara sedang berkembang seperti Indonesia, keterlibatan perempuan dalam pembangunan sangat disarankan. Saya belum melihat adanya perempuan yang terlibat dalam kepengurusan Desa Adat, baik di Prajuru, Nayaka, dan Kerta Desa. Kedepan, hal ini agar menjadi perhatian bersama.

6.     Hak Azasi Manusia
Isu penting daam melaksanaan tata pemerintahan saat ini adalah hak azasi manusia. Pengaturan hak azasi manusia dalam Awig-Awig sebagaimana diamanatkan oleh Perda No 3 Tahun 2001 agar juga mendapat perhatian.

7.      Perubahan Awig-Awig  dengan Awig-Awig atau Pararem.
Apabila nantinya krama sepakat untuk merubah Awig-Awig, banyak pendapat perubahan harus dengan Awig-Awig. Konseqwensi yang wajar untuk menjaga derajat kepastian hukum dari pengaturan tersebut.
Saya melihat bahwa untuk merubah materi Awig-Awig dengan Awig-Awig sangatlah sulit, karena harus menghadirkan 2/3 krama desa bugbug dan krama bugbug purantara, dengan persetujuan dari 2/3 dari krama yang hadir. Salah satu pilihan lainnya melalui penambahan dan penjelasan pawos2 terkait dalam Awig-Awig  melalui Pararem, sepanjang tidak berseberangan dengan Awig-Awig. Dengan dimuatnya tambahan dan penjelasan ini, maka materi terkait mempunyai kekuatan hukum. Namun pilihan terbaik tetap pada krama desa.

Materi ini akan saya sampaikan kepada Ketua Nayaka, untuk dikomunikasikan dengan Prajuru dan pihak2 terkait di desa adat. Hal inilah yang saya bisa lakukan sebagai salah satu wakil Nayaka purantara. Terimakasih kepada krama dan teman2 FB yang telah ikut memberikan masukannya, mudah2an diskusi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Untuk tidak menimbulkan instabilitas, diskusi menganai perubahan Awig-Awig ini saya hentikan sampai disini. Masih banyak materi lain yang bisa didiskusikan, seperti bagaima mengoptimalkan anggaran desa yang terbatas. Harapan saya, tetaplah menjadi krama desa bugbug yang tegar, tekun, selalu ingin maju, toleran, dan santun.




AWIG-AWIG DESA BUGBUG:






No comments:

Post a Comment